A. DESKRIPSI
Lutung Jawa
adalah salah satu jenis lutung asli (endemik) Indonesia. Sebagaimana spesies
lutung lainnya, lutung Jawa yang bisa disebut juga lutung budeng mempunyai
ukuran tubuh yang kecil, sekitar 55 cm, dengan ekor yang panjangnya mencapai 80
cm.
Lutung Jawa
atau lutung budeng terdiri atas dua subspesies yaitu Trachypithecus
auratus auratus dan Trachypithecus auratus mauritius. Subspesies Trachypithecus
auratus auratus (Spangled Langur Ebony) bisa didapati di Jawa Timur, Bali,
Lombok, Palau Sempu dan Nusa Barung. Sedangkan subspesies yang kedua, Trachypithecus
auratus mauritius (Jawa Barat Ebony Langur) dijumpai terbatas di Jawa Barat dan
Banten.
Lutung Jawa
atau lutung budeng dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Javan Lutung, Ebony
Leaf Monkey, Javan Langur. Sedangkan dalam bahasa ilmiah (latin) lutung ini
dikenal sebagaiTrachypithecus auratus yang mempunyai beberapa nama sinonim
seperti Trachypithecus kohlbruggei (Sody, 1931), Trachypithecus maurus
(Horsfield, 1823), Trachypithecus pyrrhus (Horsfield, 1823), Trachypithecus
sondaicus (Robinson & Kloss, 1919), dan Trachypithecus stresemanni Pocock,
1934.
Bulu lutung Jawa
(Trachypithecus auratus) berwarna hitam dan lutung betina memiliki bulu berwana
keperakan di sekitar kelaminnya. Lutung Jawa (lutung budeng) muda memiliki bulu
yang berwarna oranye. Untuk subspesies Trachypithecus auratus auratus (Spangled
Langur Ebony) meliki ras yang mempunyai bulu seperti lutung Jawa muda dengan
warna bulu yang oranye sedikit gelap dengan ujung kuning.
Lutung Jawa
hidup secara berkelompok. Tiap kelompok terdiri sekitar 7 – 20 ekor lutung
dengan seekor jantan sebagai pemimpin kelompok dan beberapa lutung betina
dewasa. Lutung betina hanya melahirkan satu anak dalam setiap masa kehamilan.
Beberapa induk betina dalam satu kelompok akan saling membantu dalam mengasuh
anaknya, namun sering kali bersifat agresif terhadap induk dari kelompok lain.
Lutung Jawa
(lutung betung) merupakan satwa diurnal yang lebih banyak aktif di siang hari
terutama di atas pohon. Makanan kegemaran satwa ini antara lain dedaunan,
beberapa jenis buah-buahan dan bunga. Terkadang binatang ini juga memakan
serangga dan kulit kayu.
Morfologi, Anatomi dan Fisiologi
Secara umum,
ciri-ciri morfologi pada Lutung dewasa ditandai dengan rambut penutup berwarna
hitam sampai hitam keperakan. Bagian atas tubuh dari Lutung berwarna kelabu
kecoklat-coklatan gelap sampai kehitam-hitaman, dengan masing-masing rambut
putih di ujungnya, memberikan warna kilap perak pada mantel kulit.
Rambut-rambut pada kaki bawah dan punggung paha adalah kelabu dan kaki dapat
berwarna keperak-perakan daripada punggung. Perut dan bagian sebelah dalam dari
paha kelabu pucat. Tangan dan kaki berwarna hitam. Daerah muka yang tidak
berambut berwarna hitam. Pada beberapa individu dapat mempunyai moncong yang
berwarna putih, tidak terdapat cincin yang mengelilingi mata. Cambang
keputih-putihan dan cukup panjang, hampir menutupi telinga, jambul rapih dan tinggi,
sangat jelas pada jantan dewasa. Lutung Jawa jantan dan betina memiliki
perbedaan yang terletak pada bagian “pelvik” (selangkangan), yang mana pada
betina berwarna putih pucat, sedangkan jantan berwarna hitam.
Lutung Jawa
mempunyai keistimewaan yaitu, perutnya besar dan menggantung kebawah. Ini
karena jenis makanannya yang terdiri dari daun-daunan, pucuk daun serta tidak
mempunyai kantung makanan pipi. Jantan dewasa pemimpin kelompok mempunyai
ukuran tubuh yang relatif lebih besar daripada betina dewasa tapi kadang-kadang
juga tidak. Gigi taring jantan dewasa lebih keras dan tajam, serta gigi geraham
yang besar yang sudah terspesialisasi untuk pemakan daun.
Lutung memiliki
anatomi tubuh dengan susunan tulang pada tubuhnya yang panjang dan lebar.
Lutung meiliki kelenjar air ludah yang besar dan saluran pencernaan yang
kompleks. Trachypithecus auratus sondaicus sama seperti jenis-jenis lainnya
yang termasuk Colobinae, yaitu memiliki ciri khas pada struktur lambung yang
kompleks dan merupakan bentuk dasar pemisahan taksonomis.
Pergerakan
Pergerakan
primata secara garis besar dapat dibagi menjadi 4 macam gerak dasar, yaitu:
1. Vertical clinging and leaping, yaitu gerakan melompat
dari pohon ke pohon dan melompat dari atas ke bawah. Pergerakan ini
sering dilakukan oleh genus avahi, indri, tarsier, dan lepilemur.
2. Quadropedalism, yaitu gerakan dengan berlari cepat dan
perlahan, memanjat dan melompat. Pergerakan ini dilakukan oleh leur, cebus,
macaca, mandriil, baboons, dan lain-lain.
3. Ape locomotion, yaitu gerakan yang menggunakan kedua
tangannya untuk menggelantung sehingga kedua kakinya menjadi bebas tergantung.
Sering dilakukan oleh gibbon, siamang, orangutan, simpanse, gorilla.
4. Bipedalism, yaitu gerakan yang menggunakan kedua kakinya
dan sering dilakukan oleh manusia, seperti berdiri, melangkah dan berlari.
Tingkah Laku Makan dan Makanan
Lutung
merupakan pemakan daun. Sebagai makanan pokok, daun pun mempunyai keuntungan
dan kerugian sekaligus. Daun terdapat berlimpah-limpah, tetapi tidak mengandung
gizi banyak. Untuk mendapatkan sebanyak mungkin manfaat dari daun, Lutung telah
mengembangkan beberapa system pencernaan khusus, termasuk lambungnya yang mampu
membesar. Untuk mempertahankan hidupnya, Lutung harus makan dedaunan dengan
jumlah banyak. Sehingga setelah makan kenyang, berat makanan dan lambungnya
yang besar itu mencapai seperempat dari berat badan keseluruhannya bahkan
lebih.
Makan dapat
dimulai begitu bangun tidur hingga tidur kembali, biasanya diselingi dengan
eksresi. Cara mengambil makanan biasanya dilakukan dengan dipetik oleh tangan
atau langsung oleh mulut. Lutung Jawa cenderung mengarah pada hewan
semi-Ruminansia yang memakan makanan dengan kadar selulosa tinggi, daun yang
dimakan ada yang dimakan seluruhnya, ada yang sebagian saja. Dan sudah menjadi
kebiasaan bahwa Lutung Jawa akan menjatuhkan setidaknya separuh dari makanannya
ke lantai hutan.
Pada kebanyakan
primata dan Lutung Jawa terdapat 3 alasan mengapa primata dan juga Lutung Jawa
“senang” berganti-ganti pilihan makanannya (Richard, 1985), yaitu:
1. Kandungan nutrisi yang terkandung didalamnya.
2. Kebutuhan akan jumlah dan jenis kandungan gizi yang
berbeda-beda pada setiap Primata dan juga Lutung Jawa serta konsekuensinya bila
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi.
3. Kemampuan tiap jenis Primata dan juga Lutung Jawa yang
berbeda-beda dalam mengolah makanannya.
Klasifikasi
Lutung Jawa (Trachypithecus
auratus) adalah satwa diurnal dan arboreal. Satwa ini dapat melompat dari satu
cabang ke cabang yang lain pada pohon-pohon yang sangat tinggi jarak lompatan
mencapai 3 meter (Rowe, 1996)
Klasifikasi
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) menurut (Napier and Napier, 1967) ialah
sebagai berikut :
Kingdom :
Animal
Phylum :
Chordata
Subphylum :
Vertebrata
Claas :
Mamalia
Sub class :
Theria
Ordo :
Primata
Sub ordo :
Anthropoidea
Famili :
Cercopithecidea
Sub famili :
Colobinea
Genus :
Trachypithecus
Species : Trachypithecus
auratus
Lutung Jawa (Trachypithecus
auratus) memeiliki makanan alami seperti daun-daunan dan buah-buah hutan yang
merupakan makanan ideal bagi satwa yang hidup di hutan. Lutung Jawa (Trachypithecus
auratus) memiliki lambung yang kompleks serta mengandung bakteri untuk
menguraikan daun dan menetralisir racun (Vermeulen, 2001).
Habitat
Lutung Jawa (Trachypithecus
auratus) adalah hewan diurnal dan arboreal. Satwa ini melompat dari satu cabang
pohon menuju pohon lain yang sangat tinggi dan jarak lompatnya mencapai 3 meter
(Rowe, 1996). Lutung Jawa (Trachypithecus
auratus) hidup dihutan dataran rendah hingga dataran tinggi, baik dihutan
primer maupun sekunder. Mereka juga mendiami daerah perkebunan dan hutan bakau
(Supriyatna dan Wahyono, 2000).
Status
Akibat
pengurangan habitat untuk berbagai keperluan manusia, maka semenjak tanggal 22
September 1999, Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) telah dilindungi
undang-undang, berdasarkan SK. Menteri Kehutanan dan Perkebunan No.
773/Kpts-II/1999. Menurut CITES, Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) termasuk
dalam kategori Appendix II (Satwa yang tidak boleh di perdagangkan karena
keberadaannya terancam punah) dan pada tahun 1996 oleh IUCN diketegorikan
sebagai primate yang rentan (vulnerable) terhadap gangguan habitat karena terus
terdesak oleh kepentingan manusia (Supriatna dan Edy, 2000).
Perilaku Sosial
Menurut
Seoratmo (1979) dalam Tim penelitian (2003) mengatakan bahwa perilaku bintang
secara umum dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu perilaku sosial binatang
dalam spesies yang sama (intraspecific relationship). Kedua jenis perilaku
sosial tersebut dapat terjadi pada kelompok binatang karena terdapat
bentuk-bentuk komunikasi diantara anggota kelompok.
Primata
mempunyai perilaku yang lengkap yang berfungsi dalam berkomunikasi dan
berintegtrasi dengan anggota kelompoknya. Perilaku tersebut berkembang terus
disebabkan status hewan sosialnya. (Rowe, 1996).
Satwa ini hidup
bersama dalam kelompok sosial yang terorganisasi baik. Besarnya kalompok
tergantung sepenuhnya pada persediaan makanan disuatu daerah tertentu. Jika
persediaan tidak mampu menunjang semua anggotanya, beberapa kelompok kecil
memisahkan diri dan pindah. Dan primata yang jantan biasanya sebagai pemimpin
dalam kelompoknya baik dalam mencari makanan maupun sebagai pemimpin keamanan
bagi kelompoknya.
Perilaku sosial
dari Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) meliputi perilaku kominikasi, perilaku sosial, peilaku bermain dan perilaku
perawatan.
Perilaku Komunikasi
Dari hasil
pengamatan bahwa banyak primata yang berkomunikasi satu sama lain melalui suara voca ldan
ekspresi muka yang diubah-ubah. Ekspresi tersebut sering diiringi dengan
mengecap-ecapkan bibirnya. Komunikasi tanda bahaya atau kesediaan maupun untuk
mengumpulkan anggota kelompok yang terpencar biasanya dengan berteriak,
menjerit, mencicit, berbisik, mendengkur, menggeram dan kalau marah
mengeluarkan taring-taringnya. Sikap dan postur tubuh juga menunjukan emosi
atau tindakan sebagai tanda kepada yang lain misalnya tanda untuk lari,
bertahan atau menyerang. (Tim penulis, 2003). Suara aeperti
“Ghek-ghok-ghek-ghok”
(httmembers.tripod.comuakaritrachypithecus_ auratus.html).
Perilaku Seksual
Spesies primata
pada umumnya mencapai masa remaja (pubertas) atau kematangan sosial pada waktu
yang berbeda-beda. Pada simpanse, Gorila dan Orangutan masa pubertas terjadi
pada umur 8 - 10 tahun. Kera gibbon pada usia 7 tahun, sedangkan Babon dan kera
Eropa lainnya pada umur 4 - 6 tahun. Ada yang hanya 14 bulan, seperti Mamozet.
Primata betina pada umumnya menunjukan perubahan perilaku yang berkaitan dengan
perubahan fisiologis selama masa estrus. Betina sering menunjukan ketanggapan
atau kesediaan seks terhadap hewan jantan. Menurut Beach (1976) dalam Ambarwati
(1999) bahwa ketanggapan seks (Reeptivitas) adalah kesediaan betina untuk
mengadakan kopulasi. Sedangkan Proseptivitas (kesediaan seks) adalah semua
perilaku yang dilakukan betina untuk memulai interaksi seks.
Kopilasi
biasa terjadi dengan posisi ventro-dorsa, yaitu primata jantan menaiki betina
dari bagian punggung. Tetapi ada yang dilakukan dengan keadaan si betina tetap
berdiri, berbaring ataupun meringkuk. Posisi-posisi tergantung pada spesiesnya
dan keduanya mempertahankan posisinya sampai terjadi Intromisi. (Chalmers, 1979).
Perilaku Bermain
Pada umumnya,
perilaku bermain banyak dilakukan oleh Lutung Jawa (Trachypithecus auratus)
anak-anak. Bermain biasa dilakukan sendiri ataupun dengan individu lain.
Penggunaan Strata
Sebagai satwa
arboreal, Lutung Jawa (Trachypithecus auratus) selalu berada di atas pohon
dalam setiap aktivitasnya. Hal ini dilakukan jika keadaan strata tengah dan
bawah tidak memungkinkan, walaupun sering dijumpai Lutung Jawa (Trachypihtecus
auratus) turun ke tanah. Sebagai pertimbangan dalah pohon yang petensialdi
habitatnya tumbang karena proses pelapukan atau terjadi penebangan sehingga
untuk mencapai pohon berikutnya harus melewati tanah (Kurniatin, 2004).
B. LOKASI
Taman Nasional
Baluran adalah salah satu Taman Nasional di Indonesia yang
terletak di wilayah Banyuputih, Situbondo, Jawa Timur, Indonesia
(sebelah utara Banyuwangi). Nama dari Taman Nasional ini diambil
dari nama gunung yang berada di daerah ini, yaitu gunung Baluran. Gerbang
untuk masuk ke Taman Nasional Baluran berada di 7°55'17.76"S dan
114°23'15.27"E. Taman nasional ini terdiri dari tipe vegetasi sabana,
hutan mangrove, hutan musim, hutan pantai, hutan pegunungan bawah, hutan rawa
dan hutan yang selalu hijau sepanjang tahun.
Berdasarkan SK.
Menteri Kehutanan No. 279/Kpts.-VI/1997 tanggal 23 Mei 1997 kawasan TN Baluran
ditetapkan memiliki luas sebesar 25.000 Ha.
Sesuai dengan
peruntukkannya luas kawasan tersebut dibagi menjadi beberapa zona berdasarkan
SK. Dirjen PKA No. 187/Kpts./DJ-V/1999 tanggal 13 Desember 1999 yang terdiri
dari:
zona inti seluas 12.000 Ha.
zona rimba seluas 5.537 ha (perairan = 1.063 Ha dan daratan
= 4.574 Ha).
zona pemanfaatan intensif dengan luas 800 Ha.
zona pemanfaatan khusus dengan luas 5.780 Ha, dan zona rehabilitasi
seluas 783 Ha.
C. PERSEBARAN
Para lutung Jawa
ditemukan di pulau Jawa dan pulau-pulau kecil Bali dan Lombok, Indonesia
(Weitzel dan Groves, 1985). Brandon-Jones (1995) menggambarkan sebuah
subspesies baru mungkin dari Indocina. Di Cagar Alam Pangandaran, spesies
ini hidup dalam kelompok kecil yang padat, di sisi timur taman, menghindari
perkebunan jati (Watanabe et al., 1996). Namun, Kool (1986) menemukan
bahwa dalam kelompok yang sama cadangan tinggal di hutan dataran rendah
campuran pertumbuhan sekunder / Tectonia grandis, Swietenia macrophylla, dan
perkebunan Acacia auriculiformis.
Para lutung Jawa
ditemukan agak umum di Gunung. Prahu, Indonesia (Nijman dan van Balen,
1998). Spesies ini telah ditemukan terjadi di hutan primer dan sekunder,
baik di pedalaman dan di tepi (Nijman dan van Balen, 1998;. Gurmaya et al,
1994). Di Taman Nasional Ujung Kulon, Jawa, spesies ini ditemukan di semua
tingkat strata hutan kecuali tanah (Gurmaya et al.,1994). Trachypithecus
auratus auratus
•: The morph merah subspesies ini memiliki distribusi
terbatas antara Blitar, Ijen, dan Pugeran, Jawa (Groves, 2001). Yang lebih
umum adalah morph ditemukan di Jawa Timur, barat ke Gunung Ujungtebu
(Brnadon-Jones, 1995).
• Trachypithecus auratus mauritius: subspesies ini memiliki
distribusi terbatas di Jawa Barat ke pantai utara dari Jakarta, pedalaman ke
Bogor, Cisalak, dan Jasinga, barat daya ke Ujung Kulon, maka di sepanjang
pantai selatan ke Cikaso atau Ciwangi (Groves, 2001).
D. INTERAKSI
Keberadaan
lutung Jawa tentunya menimbulkan interaksi dengan beberapa material komponen geografi seperti:
Biosfer, Lutung
Jawa adalah hewan herbivora dengan makanan pokok berupa daun. Didalam daun
tidak mengandung gizi yang banyak sehingga Lutung selalu mencari daun sangat
banyak. Kadang-kadang sering berpindah dari satu pohon kepohon yang lain.
Untuk mencari makanan Lutung memetik
daun sebanyak-banyaknya. Separuh dari hasil petikannya akan dijatuhkan ke bawah
sehingga akn menjadi kompos alami oleh lingkungan sekitar pohon. Sementara
untuk Lutung Jawa sering melakukan ekskresi yang dapat membantu kesuburan tanah
melalui pupuk kandangnya. Memang Interaksi antara vegetasi tidak selalu menguntungkan
kadang-kadang lutung mematahkan cabang untuk arena bermainnya.
Lutung sendiri
mempunyai pemangsa tercatat elang merupakan pemangsa utamanya biasanya lutung
akan mendeteksi keberadaan binatang lain untuk itu pohon dijadikan tempat
pelindungnya walaupun terkadang gagal.
Antroposfer,
Lutung banyak dijadikan binatang perburuan karena tergolong primata yang
eksotis apalagi anaknya banyak dipejual belikan di pasar burung pusat jalur
pedagangan ini adalah Jalur Ngawi ke Timur. Lutung memang sering merusak
tanaman petani karena perilaku lutung yang membutuhkan space besar untuk
berpindah-pindah untuk itu sering dijadikan hama yang istimewa. Dilema petani
yang banyak dirugikan tapi seringkali banyak yang ditembak ataupun diburu
memakai anjing karena sangat merugikan. Habitat alami Lutung sekarang telah dijadikan
lahan pertanian sehingga tidak salah kalu lutung serng menyerang tanaman
pertanian.
Jika dilihat
pengaruhnya ke manusia, maka yang paling berbahaya adalah ketika mereka tidak
bebas dari penyakit menular (Zoonosis). Beberapa penyakit menular yang
berbahaya diantaranya Herpes, TBC, Hepatitis B, Scabies, Avian influenza,
Rabies, Salmonellosis dan beberapa penyakit zoonosis lainnya. Keadaan tersebut
membutuhkan monitoring dan pengendalian dengan cara pencegahan dan
penanggulangan secara tepat dan cepat
Karena status
primata yang rentan terhadap kepunahan manusia berpikir untuk mengkonservasi
agar tidak terjadi kepunahan. Hewan-hewan hasil dari perburuan liar akan
direhabilitasi pada pusat penangkaran hewan.
Disini peran manusia yang melatih agar dapat kembali ke habitat asli
dengan melakukan karantina terlebih dahulu.
E. MANFAAT
Manfaat yang
dapat diperoleh dari kajian terhadap lutung Jawa ini adalah diharapkan dapat :
Menambah informasi mengenai deskripsi, persebaran, interaksi,
dan mengetahui manfaat-manfaat secara langsung yang dapat diperoleh.
Ikut membantu mensosialisasikan dalam upaya perlindungan
spesies Trachypithecus auratus yang yang telah masuk kedalam daftar merah
status VU (vulnerable) hewan yang rentan terhadap kepunahan.
Menginformasikan bahwa satwa monyet, kalau termasuk jenis
yang liar, harus dikarantina lebih dulu setelah ditangkap. Pertimbangannya,
penyakit yang ada pada kera ini sangat banyak. Kera yang habis ditangkap itu
harus dikarantina dulu dan diberi vaksin, baru aman, Kita ketahui bahwa didalam
perkembangan jenisnya satwa primata adlah paling dekat dengan manusia. Bila ada
kera yang sakit untuk dipelihara ataupun dikonsumsi dagingnya semakin mudah
untuk tertular penyakitnya. Seperti pada penyakit HIV yang menakutkan adalah
penyakit yang berasal dari keluarga simpanse.
Ikut menolak perdagangan primata di dunia karena primata
tidak layak untuk diperjual belikan secara bebas, diburu, dibunuh apalagi untuk
dimakan dagingnya. Didalam data disebutkan Sebagian masyarakat percaya bahwa
daging lutung bisa menyembuhkan penyakit sesak napas. Selain itu daging lutung
juga menjadi makanan pelengkap untuk pesta minuman keras. Lutung itu ditangkap
dari kawasan Taman Nasional Merubuteri, Alas Purwa, dan Baluran. Daging lutung
sebagian besar dikirim ke Bali.
Untuk keperluan pariwisata, Lutung Jawa adalah jenis primata
endemik Jawa yang tergolong primata yang eksotis. Untuk melihatnya dapat
mengunjungi Kebun binatang, Suaka margasatwa, Taman nasional dan sebagainya.
Juga di Jawa Barat ada kisah tentang Lutung Kasarung (artinya Lutung
yang Tersesat) adalah cerita pantun yang mengisahkan legenda masyarakat
Sunda tentang perjalanan Sanghyang Guruminda dari Kahyangan yang
diturunkan ke Buana Panca Tengah (Bumi) dalam wujud seekor lutung (sejenis monyet).
Dalam perjalanannya di Bumi, sang lutung bertemu dengan putri Purbasari
Ayuwangi yang diusir oleh saudaranya yang pendengki, Purbararang. Lutung
Kasarung adalah seekor mahkluk yang buruk rupa. Pada akhirnya ia berubah menjadi
pangeran dan mengawini Purbasari, dan mereka memerintah Kerajaan Pasir Batang
dan Kerajaan Cupu Mandala Ayu bersama-sama.
F. PREDIKSI
Lutung Jawa
telah dikategorikan kedalam primata yang rentan terhadap VU (vulnerable) karena
perusakan habitat oleh akibat dari ulah manusia. Proses deforestasi dengan
pembakaran hutan untuk kepentingan pertanian adalah ancaman yang paling utama.
Ini tidak terjadi di satu tempat namun terjadi disemua habitat pada pulau Jawa
yang mengancam spesies ini. . Sementara ini masih cukup banyak orang yang
senang berburu Lutung untuk hobi maupun untuk dijual dan menemukan orang-orang
yang menjual hewan. Biasanya ditemukan anak Lutung yang berwarna coklat, karena
pemburu biasa menembak induknya dan mengambil sang anak. Tercatat didalam
Indonesia Profauna bahwa banyak anak lutung Jawa diperjual belikan di pasar
burung, antara lain Pasar Burung Pramuka Jakarta. Bratang Surabaya, Kupang
Surabaya, Sukahaji Bandung dan Ngasem Yogyakarta. Lutung dijual seharga Rp
150.000 – 250.000 per ekor. Seringkali anak lutung itu juga dijual di depan
mall, seperti di Bandung Indah Plaza. Lutung juga dijual dalam bentuk opsetan. Salah
satu pemicu maraknya perdagangan satwa liar di Indonesia adalah lemahnya
penegakan hukum yang melindungi satwa liar. Perdagangan satwa liar yang
dilindungi undang-undang terjadi dengan terbuka di sejumlah tempat. Sangat
mudah menemukan satwa langka dilindungi yang dijual di banyak pasar burung.
Menurut
Undang-Undang nomer 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, perdagangan dan kepemilikan satwa dilindungi adalah dilarang
(pasal 21). Pelanggar dari ketentuan tersebut dapat dikenakan pidana penjara 5
tahun dan denda maksimum Rp 100 juta (pasal 40). Dengan demikian perdagangan
satwa liar yang dilindungi adalah sebuah tindakan kriminal.
Perdagangan
ilegal satwa liar akan sulit diberantas, ketika aparat penegak hukum justru
terlibat dalam bisnis bernilai milyaran rupiah ini. Keberanian dan keseriusan
polisi dan Departemen Kehutanan dalam melawan mafia perdagangan satwa liar
menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menghentikan perdagangan ilegal
satwa liar yang dilindungi undang-undang.
Apabila
perusakan habitat lutung ini terus dilakukan maka lutung ini akan diambang
kepunahan. Untuk itu perlu adanya upaya konservasi spesies endemik ini. Dengan
melakukan; Perlindungan Area/lokasi misalnya seperti pada sistem Taman
Nasional, Perlindungan sumber daya dan habitat, manajemen spesies konservasi
secara intens, peninjauan sumber makanan pada habitat asli, razia perdagangan
hewan ini di tempat-tempat seperti pasar burung dll, proses edukasi dan peringatan melalui
berbagai media ataupun media kreatif seperti didalam tokoh lutung jawa bahwa
lutung tidak boleh diburu, penegakan hukum dan undang-undang tentang satwa.
Sumber
Lutung Jawa. (http://wawankebomapalipma.blogspot.com/)
diakes tanggal 13 Oktober 2011
Maraknya Perburuan Lutung Jawa. (agastapuspa.files.wordpress.com/2011/04...)
diakses tanggal 12 Oktober 2011
Mencegah Satwa Liar Punah. (http://mencegahsatwaliarpunah.blogspot.com/)
diakses tanggal 15 Oktober 2011
Profauna Keliling Kota Mengajak Masyarakat Untuk Peduli
Pelestarian Primata. (http://www.profauna.org/content/id/primate_campaign/profauna_keliling_kota_mengajak_masyarakat_untuk_peduli_pelestarian_primata.html#top)
diakses tanggal 11 Oktober 2011
Hari Kebebasan Lutung Jawa. (http://koranpdhi.com/buletin-edisi10/edisi10.htm)
diakes tanggal 12 Oktober 2011
Lutung Kasarung. (http://id.wikipedia.org/wiki/Lutung_Kasarung)
diakses tanggal 16 Oktober 2011
Javan Langur. (http://animaldiversity.ummz.umich.edu/site/accounts/classification/Trachypithecus_auratus
html#Trachypithecus auratus) diakses tanggal 13 Oktober 2011
Javan Langur. (http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/...)
diakses tanggal 12 Oktober 2011
Lutung Jawa (Trachypithecus auratus).
(http://alamendah.wordpress.com/2010/07/13/lutung-jawa-trachypithecus-auratus/)
diakses tanggal 14 oktober 2011
Javan Langur (Trachypithecus auratus). (http://www.theprimata.com/trachypithecus_auratus.html)
diakses tanggal 10 Oktober 2011
Foto Lutung Jawa. (http://ocgaviation.com/vista.php?q=lutung-jawa)
diakses tanggal 14 Oktober 2011
Range Map. (http://www.iucnredlist.org/apps/redlist/details/22034/0/rangemap)
diakses tanggal 14 Oktober 2011
By: Wisnu Sinartejo
2 komentar:
sayang skali tidak tercata ada dimuara gembong bkasi
besuk bisa ditambahkan mas
Post a Comment